Produk, Brand dan Konsumen Kini


Sebuah pembicaraan menarik dengan Deidy Vansophy, Owner FastComm sekaligus tema seperjuangan di STISI Bandung dahulu, mengenai tiga hal yang berkaitan dengan apa yang bisa diekspos (dijual) oleh sebuah produk dalam kampanye periklanan. Tiga hal tersebut terdiri dari: Brand, Kekuatan Product, dan Gimmick. Dalam penuturannya bila sebuah objek jual memiliki brand yang kuat fokuslah dengan mengekspos kekuatan brandnya, sebagai contoh Brand Apple, apapun itu apabila disematkan logo Apple pastilah akan laku. Namun bila mereknya lemah eksposlah kekuatan produknya, itulah yang terjadi dengan Lenovo. Sadar bila mereknya tidak sekuat Apple, maka yang dia jual (ekspos) kekuatan produknya seperti kecepatan prosesor, teknologi terbaru, fitur-fitur baru, dll. Namun bila kedua hal diatas ternyata lemah, maka tawarkanlah gimmick-gimmick yang menarik bagi calon konsumen, seperti iming-iming hadiah, bundling, potongan harga, dll. Apabila tidak ada yang bisa dijual buatlah merek Anda menjadi merek yang menyenangkan. Teringat patron para ahli dan pelaku periklanan senior sering lakukan, bila produknya lemah (sulit membangkitkan ide yang menarik) maka nyanyikanlah, setidaknya produk tampak entertain dihadapan konsumen.

Namun menariknya diujung pembicaraan beliau menemukan fenomena menarik terkait produk yang memang sulit untuk diiklankan, salah satunya Rokok. Rokok yang seperti kita ketahui memiliki aturan yang ketat dalam beriklan, salah satunya adalah tidak boleh menunjukan cara penggunaannya, bahkan produknya itu sendiri. Lalu dalam perjalanan kreatifitasnya terjadi pergeseran dari orientasi produk–dalam beriklan– menjadi orientasi bagaimana membentuk dan mengarahkan target market yang telah terbentuk. Dalam sebuah proses pembangunan merek yang umum terjadi adalah membangun karakter produk agar dapat dibedakan dan mendapatkan tempat dibenak konsumen, tapi dalam kasus ini produsen –bersama agensinya– mengarahkan dan membentuk karakter konsumennya agar memiliki karakter yang berbeda dengan konsumen kompetitornya. Dengan tujuan para perokok baru dapat mengidentifikasikan dirinya merupakan kelompok yang mana, dengan harapan para perokok baru ini akan memilih rokok yang sama dengan kelompok acuannya. Asumsinya para perokok lama sudah tidak mungkin digerakan atau dipaksa untuk pindah merek rokok, karena merokok urusannya dengan selera. Dan selera ukurannya sangat abstrak bahkan sensitif. Nah keberadaan para perokok lama diharapkan mau meregenerasi penggunaan rokok merek tertentu kepada perokok baru. Yaitu dengan menginfluence mereka dengan karakter bentukan kampanye iklan yang dibangun. Contohnya bagaimana A Mild sangat gencar mengkampanyekan para pengguna brandnya sebagai orang-orang yang memiliki pendirian yang kuat, berbeda, tidak mau mengikuti arus, dan anti mainstream. Berbeda dengan Class Mild, mereka membangun karakter konsumennya sebagai orang-orang yang tidak perlu banyak bicara namun yang penting beraksi, yaitu dengan slogan ‘Act Now’.

Ilhamsyah S.Sn., M.Ds.

Advertising Lecturer, Creative Industries School, Telkom University

Art Director Hakuhodo Indonesia 2003-3008

Medal Winners in Citra Pariwara Indonesia 2006 & 2007

,

Leave a Reply

Discover more from Cre_art_ivity

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading