Strategi Pesan Hardsells & Softsells


Antara Otak Kiri atau Otak Kanan

Para peneliti otak di dunia (neuroscience) meyakini bahwa manusia menggunakan dua bagian otaknya dalam berfikir maupun bertindak, otak kiri dan otak kanan. Roger Sperry (1913-1994) merupakan seorang neuropsikolog yang menemukan bahwa otak manusia terdiri atas dua bagian. Belahan otak bagian kanan mengontrol otot-otot di bagian kiri tubuh, begitupun sebaliknya, belahan otak kiri mengontrol otot-otot di bagian kanan tubuh. Bila kita mengedipkan mata kanan, itu artinya otak kiri yang bekerja. Oleh sebab itu, jika ada kerusakan pada satu sisi otak, akan mempengaruhi fungsi tubuh yang berlawanan (nationalgeographic.co.id).

Selain motorik otak kiri dan kanan, secara umum otak juga menjalankan fungsi-fungsi kognitif. Pembagiannya, otak kiri dominan berkaitan dengan fungsi bahasa; meliputi proses pengolahan apa yang kita dengar dan menangani sebagian besar tugas berbicara. Otak kiri juga bertugas soal logika dan hitungan matematika. Jika kita ingin menjelaskan sebuah fakta, otak kiri akan mengambilnya dari memori kita.

Sementara itu pada otak bagian kanan bertanggung jawab atas kemampuan spasial; meliputi pengenalan wajah dan pengolahan musik. Otak bagian kanan juga mengerjakan beberapa fungsi matematika, tapi sekedar perkiraan kasar maupun perbandingan. Otak kanan juga membantu manusia dalam memahami citra visual dari apa yang dilihat. Lebih kompleks dalam hal bahasa, otak kanan membantu kita menafsirkan konteks dan nada seseorang saat berbicara. Secara mendasar otak kiri dianggap bagian yang mengolah informasi yang berkaitan dengan hitungan atau logika. Sedangkan otak kanan mengolah informasi yang berhubungan dengan rasa.

Temuan tim peneliti dari Monash University di Australia, menemukan bukti bahwa anatomi otak manusia akan menentukan apakah seseorang memiliki kecenderungan untuk menjadi rasional atau emosional. Fokus penelitian yang dilakukan oleh tim Robert Eres, yaitu mengenai bagaimana seseorang bereaksi terhadap perasaan orang lain. Sehingga hal itu akan membuat seseorang terpengaruh perasaannya (emosional), atau lebih memilih untuk bertindak secara blak-blakan (rasional). Dua reaksi tersebut diwakili dua bagian otak yang berbeda. Mereka menemukan orang dengan kecenderungan empati afektif (emosional) memiliki kepadatan neuron yang lebih besar, di daerah otak yang dikenal dengan insula. Adapun mereka yang menunjukan kecenderungan empati kognitif (rasional), memiliki kepadatan neuron yang lebih besar di wilayah otak lain, yakni korteks midcingulate (http://news.softpedia.com/news/Your-Brain-s-Anatomy-Decides-If-You-re-Rational-or-Emotional-484765.shtml).

Lalu apa kaitannya penjelasan otak kiri dan kanan dengan perancangan kampanye periklanan? Dalam buku Creative Strategy in Advertising, Jewler dan Drewniany mengatakan iklan “perlu memuat pesan yang meyakinkan orang untuk bertindak.” Agar menjadi tampilan yang kreatif sebuah iklan harus dapat menciptakan koneksi yang relevan dengan audiensinya dan menyajikan ide-ide yang menjual secara tak terduga (Jewler, 2001:3).” Untuk mencapai dampak iklan yang direncanakan, diperlukan sebuah strategi pesan.

Moriarty menjelaskan ada dua pendekatan strategi pesan tersebut yaitu: hardsells dan softsells. Moriarty menegaskan tidak ada bentuk baku mengenai strategi maupun cara beriklan, namun yang paling masuk akal adalah memahami brand dan target audiensnya. Hardsells adalah pesan informasi yang dirancang untuk menyentuh pikiran dan menciptakan respons berdasarkan logika. Asumsinya adalah audiensi sasaran membutuhkan informasi dan menentukan keputusan berdasarkan pikiran rasional. Sedangkan softsells memanfaatkan daya tarik emosional atau imaji untuk menciptakan respons berdasarkan sikap, mood, dan perasaan. Asumsinya adalah target audiens tidak tertarik dengan informasi dan lebih tertarik merespons pesan yang menyentuh perasaan mereka atau yang menghadirkan citra brand yang menarik (Moriarty, 2011:442-443).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada dua jenis pendekatan pesan iklan yang Saya yakini dilakukan para pengiklan di dunia ini, yaitu hardsells (rasional) dan softsells (emosional). Salah satu bukti lain analisis tersebut adalah hasil tes ulang uji sesap yang terkenal Pepsi vs Coke (1980) di tahun 2008 oleh pakar ahli neuroscience. Dikutip dari buku Buy-ology karya Martin Lindstorm (2011) yang menceritakan hasil tes ulang uji sesap oleh Dr. Read Montague dan tim, ditemukan fakta bahwa manusia dalam mengambil keputusan pembelian berdasarkan pikiran rasional dan emosional.

Tes ulang uji sesap tersebut dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama tanpa merek dan yang kedua diperlihatkan merek serta botolnya. Namun yang berbeda adalah uji sesap yang baru ini, peserta uji dipindai otaknya dengan memanfaatkan MfRI. Tujuannya untuk dapat memahami aktifitas otak bagian mana yang beraktifitas tinggi saat test pertama dan test yang kedua. Menariknya pada tes pertama (tanpa logo) ternyata peserta memang memilih Pepsi –sesuai dengan tes terdahulu– dibandingkan Coke. Hasil pindai otak menunjukan aktifitas tinggi pada bagian Ventral Puntamen, yaitu bagian otak yang merespons pikiran rasional. Sedangkan pada uji kedua (dengan Merek) peserta lebih banyak memilih Coca-Cola, dan aktivitas otak terdeteksi aktif pada bagian Prefrontal Cortex, yaitu bagian otak yang merespons rangsangan yang bersifat emosional. Kesimpulan dari uji sesap yang baru ini, bahwa kenapa pada uji sesap tanpa logo (blind test) berhasil dimenangkan oleh Pepsi, dikarenakan rasa Pepsi yang jauh lebih manis dibandingkan Coke, sehingga secara rasional orang tidak akan memilih Coke yang kurang manis. Namun saat tes yang kedua sisi emosional warna merah serta logo Coke yang tegas berwarna putih menekan pikiran rasional dari peserta. Hal ini menunjukan ketika dihadapkan pada merek yang kuat dan disenangi akan memuncullkan keputusan yang emosional dibandingkan rasional.

Dalam pandangan ilmu bahasa dikenal tingkatan tanda, yaitu denotatif dan konotatif, dan itu menjadi konsepsi dasar dalam memahami makna tanda yang hadir disekitar manusia. Mengapa tanda dihadirkan dalam pembahasan ini? Tanda adalah cara kita berkomunikasi yang efektif termasuk memahami makna yang tersembunyi namun tampak secara kasat mata. Denotasi merupakan bentuk tanda yang merujuk pada makna sebenarnya, harfiah, alami, dan rasional. Sedangkan konotasi adalah tingkatan tanda yang merujuk pada makna bukan sebenarnya, tidak ada hubungan alamiah dan berkaitan dengan perasaan. Kedua tingkatan tanda tersebut secara umum maknanya harus berupa konsesus umum, atau disepakati bersama. Bila memanfaatkan bagan tingkatan tanda menurut barthes maka dapat digambarkan berupa bagan di bawah.

Tabel Tingkatan tanda. Sumber: Berger (2005)

Dari dua penjelasan diatas dapat ditarik benang merah keterkaitan antara temuan neuroscience serta tingkatan tanda yang merujuk pada dua cara manusia memaknai informasi, yaitu rasional dan emosional, hardsells dan softsells. Untuk dapat jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

Skema Neuroscience-Tingkatan Tanda – rasional dan emosional

Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa cara manusia memaknai pesan atau komunikasi menggunakan dua cara berfikir rasional dan emosional. Walau seolah terpisah namun pada dasarnya dua bagian tersebut saling melengkapi, tinggal bagian mana yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Penentuan pemilihan strategi mana yang paling tepat sangat tergantung dari analisis produk maupun lapangan, terutama target yang akan disasar. Tidak ada ketentuan baku mengenai mana yang lebih cocok. Tapi berdasarkan fakta dilapangan kecenderungan penentuan target sasaran menjadi poin yang paling menentukan. Target sasaran menengah ke bawah cenderung lebih cocok dengan pendekatan yang rasional (hardsells) atau bersifat langsung. Sedangkan Menengah ke atas cenderung lebih sesuai dengan pendekatan emosional.

Namun dalam beberapa hal pendekatan sebaliknya sering dilakukan juga, seperti iklan-iklan promo berhadiah cenderung menggunakan pendekatan langsung atau hardsells. Atau iklan Ramayana Toserba versi “Keren Adalah Hak Segala Bangsa” merupakan iklan pendekatan emosional walau target sasarannya adalah kalangan kelas menengah ke bawah. Untuk itu ada model pendekatan pesan baru yaitu iklan hardsells yang bergaya softsells, atau iklan softsells dengan menyematkan informasi yang sifatnya langsung, seperti harga, diskon, fitur, dan lain sebagainnya.

Sumber:

Lindstrom, M. 2011. Buy-Ology Rahasia di Balik Keputusan Membeli. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Moriarty, S., Mitchell, N. & Wells, W. 2011. Advertising. Jakarta: Kencana

Piliang, Amir Yasraf. 2011. Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung: Matahari.


Discover more from Cre_art_ivity

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading