Langkah Komunikasi Dalam Strategi Kampanye Periklanan


Pada tahapan strategi kreatif selalu ada tuntutan sejauh mana perancangan dapat diukur efektifitasnya. Istilah efektifitas akan merujuk pada proses pengukuran yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. Karena persaingan yang sangat ketat saat ini, klien akan menuntut pemanfaatan budget yang maksimal, walau bukan selalu dalam artian menekan biaya serendah-rendahnya. Namun sederhananya efektifitas adalah mengukur apa yang direncanakan pada awal perancangan dengan hasil yang didapat, menghasilkan selisih angka yang tidak jauh dari angka nol. Untuk memudahkan proses pengukuran, maka diperlukan langkah atau tahapan yang akan dilakukan dalam mempersuasi target yang disasar. Langkah atau tahapan ini disusun dalam bentuk dampak iklan yang direncanakan. Sehingga ukurannya adalah apa reaksi pemirsa setelah terpapar iklan, apakah sesuai atau tidak dengan yang direncanakan pada awal perancangan. Banyak metode yang ditawarkan dari dampak iklan yang direncanakan, mulai dari model AIDMA, Think/Feel/Do, AISAS, dan lain sebagainya. Model-model tersebut bukanlah model yang rigid, banyak modifikasi yang dilakukan berbagai agensi, terutama pada saat pelaksanaannya. Sehingga menghasilkan berbagai istilah yang dianggap sebagai ciri khas strategi dari agensi tersebut.

Pada buku ini Penulis mencoba menawarkan satu metode, yang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan yang sudah ada, dengan menawarkan model yang tidak rigid, mudah dimodifikasi, dan yang terutama mudah dipahami atau dipelajari. Seperti yang telah dijelaskan di awal tujuan buku ini adalah sebagai buku ajar, maka model ini diharapkan mudah dipahami dan diadaptasi dalam pembelajaran mahasiswa. Model ini juga diharapkan dapat membantu mahasiswa memahami model-model lain jika di tempat kerjanya nanti menawarkan model lain sebagai langkah perancangannya. Model yang ditawarkan adalah model ABCD (agar mudah diingat) yang terdiri dari: Attracting (perhatian), Believing (percaya/yakin), Connecting (Terhubung), Doing (Perilaku). Model ini merupakan adaptasi dari model AISAS yang sangat praktis (digunakan dan dirancang oleh praktisi) dan Facet Model Effect Sandra Moriarty yang lebih bersifat akademis. Formulasi ABCD merupakan formulasi yang tidak berurutan, bisa dari mana saja memulainya. Namun pada penjelasannya akan berdasarkan tahapan belajar manusia terhadap sebuah informasi, jadi uraiannya akan tetap sesuai urutan abjad tersebut.

Berdasarkan model dampak iklan AISAS maupun Facet Model Effect, penulis melihat secara umum ada dua langkah proses yang terjadi dalam komunikasi produk terhadap pemirsanya. Yaitu langkah komunikasi produk saat pemirsa dalam kondisi pasif serta pemirsa dalam kondisi aktif. Pada saat kondisi pasif, pemirsa tidak memiliki keinginan atau tujuan untuk mengetahui produk, sehingga perlu disadarkan akan keberadaan produk yang ditawarkan. Tidak sekedar sadar akan tetapi mengetahui fungsi akan produk serta apa manfaat yang mereka dapatkan dari produk tersebut. Pada langkah selanjutnya (aktif), setelah pemirsa memiliki pemahaman yang cukup maka dilakukan langkah-langkah untuk menciptakan koneksi secara aktif dengan permirsanya, yang diakhiri mendorong mereka melakukan tindakan. Berdasarkan hal tersebut formulasi ABCD disusun terdiri dari dua bagian besar yaitu attracting dan believing yang sifat komunikasinya pasif (broadcast) serta connecting dan doing yang sifat komunikasinya aktif (interaktif).

Attracting

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hampir semua pemirsa tidak memiliki atensi untuk melihat iklan dalam aktifitas kesehariannya. Untuk itu perlu sebuah tindakan yang mendorong pemirsa untuk mau melihat iklan. Penggunaan kata attracting (menarik perhatian) maksudnya iklan tidak sekedar menciptakan perhatian (attention), tetapi juga atraktif dihadapan pemirsa. Dengan asumsi begitu banyaknya media yang tersedia dan menghampiri pemirsa (ledakan media) maka tampilan yang all out (kreatifitas, visual, copy, ukuran, penempatan) harus dimaksimalkan oleh kreator iklan. Lebih jauh langkah komunikasi brand yang dilakukan dapat membuat pemirsa mengingat brand yang ditawarkan. Agar Komunikasi yang dibangun terintegrasi dengan langkah-langkah lainnya, maka dapat dihadirkan tindakan ganda yaitu dapat juga memberi gambaran (pemahaman) manfaat dari produk tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Gojek melalui iklan luar ruang di daerah Jakarta, menarik perhatian karena bentuk iklannya yang tidak biasa, dan secara tidak langsung memberi pemahaman terhadap pemirsa mengenai manfaat produk yang ditawarkan.

Iklan Printer HP yang tidak sekedar menarik perhatian akan tetapi juga menunjukkan kekuatan produknya.
(www.adsoftheword.com)

Believing

Keyakinan atau percaya terhadap produk merupakan langkah penting dalam komunikasi brand (produk), karena pelanggan butuh alasan yang jelas “Mengapa Saya harus membeli produk ini”. Sesederhana apapun alasan tersebut tetapi tetap harus ada, karena hal ini yang akan mendorong pemirsa atau target yang disasar melakukan tindakan (mencoba atau membeli). Alasan yang hadir harus dapat menjelaskan perbedaan yang signifikan antara brand dengan pesaingnya. Langkah ini memadukan tahapan persuasif dan interest, karena dua langkah ini pada akhirnya bertujuan pada keyakinan target audiens terhadap produk yang ditawarkan. Karena efeknya cukup dalam maka dibutuhkan media komunikasi yang dapat memberikan informasi sedikit lebih banyak, seperti demonstrasi produk maupun kesaksian pengguna. Media audio visual merupakan perantara yang cukup ideal untuk langkah ini.

Connecting

Ada dua penjelasan pada tahapan ini ini, yaitu dari sisi konsep dan perilaku (attitude). Dari sisi konsep pemirsa harus bisa mengaitkan antara produk dengan aktifitas kesehariannya, seperti memulai pagi hari kurang lengkap jika tidak dimulai dengan ngopi dulu. Atau bagi yang tidak memiliki waktu banyak untuk sarapan, sereal sachet merupakan jawabannya. Bahkan lebih jauh terkoneksi dengan konsep diri, seperti bagi yang berjiwa sporty menggunakan brand sepatu ‘A’ merupakan sebuah keharusan, walau acara yang akan dihadiri kurang sesuai dengan model desain sepatunya yang lebih kasual. Dari sisi perilaku adalah langkah komunikasi yang dilakukan menciptakan saluran-saluran yang memungkinkan pemirsa terhubung dengan brand atau pesan produk. Langkah ini merupakan imbas dari perkembangan teknologi komunikasi digital yang menciptakan model komunikasi ke segala arah. Dalam model komunikasi brand yang dirancang oleh Sugiyama dan Tim Andree dalam Cross Commnication (Dentsu Way) diistilahkan search dan share. Namun dalam model yang Penulis tawarkan akan menggabungkan aktifitas search dengan connecting, sedangkan share dalam tahapan doing.

Doing

Pada tahap ini langkah komunikasi maupun luaran perilaku pemirsanya lebih pada tindakan kongkrit. Langkah ini akan lebih pada mendorong pemirsa atau calon pelanggan melakukan sesuatu, seperti mencoba atau lebih jauh membeli. Tidak sampai disitu, pada tahapan ini pula dapat disematkan mekanisme yang mendorong mereka menyebarkan info produk kepada teman maupun kerabatnya. Seperti share foto atau video atau merekomendasikan produk kepada orang-orang yang terhubung baik secara online maupun offline. Rancangan visual medianya harus berupa call to action yang kuat, dengan memanfaatkan kata-kata yang bersifat aktif, seperti “Jangan sampai ketinggalan” atau “Penawaran Spesial Untuk Anda.” Karena bersifat taktikal maka tahapan ini terkadang berbentuk promo selling, bundling, atau tantangan berupa games online dan lain sebagainya. Beberapa contoh yang dilakukan oleh brand besar seperti Coca-cola, Axe, Rexona, berhasil merancang tools yang memadukan unsur offline maupun online. Salah satu contoh menarik yang dilakukan oleh IKEA yang memberikan diskon produk-produk furniture bayi bagi ibu hamil. Caranya dengan meneteskan urine sang ibu hamil pada bagian tertentu pada iklan majalahnya, seperti testpack kehamilan (Youtube.com). Luaran iklan tersebut akan menciptakan dorongan pembelian, namun dengan cara yang menyenangkan.

Pee ads dari Ikea (www.youtube.com)

Hal ini bukan menjadikan formulasi ini sebuah proses yang berurutan. Seperti yang diyakini oleh para penulis kedua model di atas, langkah-langkah tersebut bukanlah langkah baku, bisa dari mana saja memulainya. Sebagai informasi langkah dampak iklan yang direncanakan basis pemahamannya adalah model AIDA, yaitu model perilaku pembelajaran manusia ‘stimulus-respons’ yang sifatnya linear. Hal iniliah yang dikritisi oleh kedua buku tersebut dan juga beberapa ahli komunikasi pemasaran lainnya. Karena terkadang pemirsa menerima dan memproses informasi pemasaran melalui jalur ganda, yaitu kognitif (berpikir) dan afektif (perasaan) secara bersamaan (Yoon Dkk., 1995). Selain itu model AIDA tidak memberikan jalan bagi adanya efek setelah tindakan (action), seperti kepuasan konsumen, perilaku ulangan, termasuk yang ditawarkan oleh Kotaro dan Sugiyama yaitu Share. Memang pada model yang Penulis tawarkan seolah tidak ada efek lanjutan, namun dalam tiap langkah dapat memiliki tindakan ganda. Doing tidak sekedar tindakan mencoba maupun membeli, tapi pada saat bersamaan dapat pula hadir tindakan merekomendasikan seperti menyebarkan kepuasan terhadap produk melalui sosial media.

Bagan ABCD Models serta perencanaan medianya.

Pada penjelasan lain perancangan tahapan dampak iklan yang direncanakan, untuk langkah pertama (pasif) umumnya digolongkan pada iklan strategis, atau beberapa menyebutnya iklan imej. Sedangkan iklan yang perancangannya ditujukan untuk langkah kedua (aktif) biasa disebut iklan taktis. Namun pembagian ini sedikit membias dikarenakan kehadiran saluran digital (internet) yang penggunaan medianya dapat mewakili dua hal tersebut. Sebagai contoh iklan pop-up yang sifatnya pasif, namun jika di klik akan mendorong pemirsa masuk kedalam website produk, kuis berhadiah, atau survei kepuasan pelanggan.

By Ilhamsyah, M.Ds


Discover more from Cre_art_ivity

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading