Citra & Visual Brand Design


Citra sebagai efek dari komunikasi visual sudah menjadi perhatian para ahli komunikasi, kebudayaan, sosial-humaniora, maupun piskologi. Citra sebagai pola alami cara manusia berinteraksi secara efektif dimanfaatkan dalam berbagai bentuk-bentuk ungkapan (visual) seperti simbol, mitologi, ikon, dan lain sebagainya. Hal ini yang mendasari tulisan ini dimana perencanaan visual branding bukanlah sekedar pelengkap dari sebuah strategi branding, namun kesimpulan dari strategi itu sendiri. Karena pada akhirnya visual branding-lah yang ditangkap dan dimaknai oleh target sasaran maupun calon konsumen di masa yang akan datang. Bahkan lebih jauh jika citra yang ditawarkan oleh sebuah brand dianggap mewakili value seorang konsumen, maka dengan sukarela ia akan memperjuangkan eksistensi merek tersebut (evangelist).

Dari sekian banyak penjelasan mengenai brand (jenama) secara sederhana dianalogikan sebagai upaya pemasar, produsen, pengusaha untuk membedakan produknya dari para pesaingnya. Hal tersebut dapat berwujud dalam bentuk logo, kemasan, identitas visual, gaya komunikasi pemasaran, dan lain-lain. Era tahun 90an hingga saat tulisan ini di-posting, pembeda yang dimaksud tersebut tidak lagi sekedar dipermukaannya saja (appearance) namun sudah menyentuh sisi terdalam dari manusia yaitu nilai-nilai. Harus diakui perkembangan pemasaran dipengaruhi juga konsep-konsep (pemikiran, ideologi, filsafat) yang berkembang di masyarakat, begitupun sebaliknya. Contohnya pop culture yang tumbuh berkembang di era 80an, dan masih hidup hingga saat ini, merupakan konsep pemikiran yang tumbuh dan berkembang di era industri (modernisme). Era post-industri keberadaan pop culture tetap bertahan dan dimanfaatkan dalam perancangan komunikasi brand, karena dianggap mewakili sebagian target sasaran yang potensial. Intinya memahami brand dan perkembangannya secara tidak langsung turut mempelajari konsep pemikiran dan ideologi yang berkembang di masyarakat. Era kontemporer (post-industri) istilah-istilah intergrated, hybrid, trans, menjadi kata kunci dalam memahami perubahan-perubahan tersebut.

Dari berbagai penjelasan mengenai brand(ing) maka penulis simpulkan pengertian brand sebagai upaya pengelolaan nilai-nilai yang terkandung dalam produk dan yang dianut calon konsumen potensialnya, baik tengible (rasional) maupun intengible (emosional), diolah secara strategis dan kreatif menjadi pesan yang jelas, lalu direfleksikan ke dalam bentuk visual dan komunikasi yang menarik. Pengertian brand tersebut mungkin tidak melingkupi hal-hal lain yang berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan proses perancangan dan implementasi brand di lapangan, karena begitu luasnya penggunaan istilah brand saat ini. Seperti pada beberapa produk turut melibatkan proses produksi sebagai ciri pembeda (eco/green product), atau pada organisasi non profit seperti PMI, Greenpeace, WWF, turut menggunakan konsep-konsep branding pada langkah komunikasinya.

Dari pengertian brand di atas maka kita dapat melihat beberapa kata kunci, yang dapat menjadi kerangka berpikir atau konsep perancangan sebuah brand secara umum: Produk, Value, Konsumen, Strategi Kreatif, Pesan Brand, Communication. Kata-kata kunci tersebut diharapkan dapat membantu pembaca memahami dasar perancangan brand maupun visual brand. Harus diakui jika perancangan brand(ing) maupun implementasi visual branding-nya merupakan sebuah langkah besar yang dapat melibatkan seluruh stakeholder dalam mewujudkan visi produk yang akan dipasarkan. Bahkan dalam beberapa kasus model bisnisnya menjadi branding (pembeda) dari produk yang dipasarkan.


Discover more from Cre_art_ivity

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading